Hadir Lengkapi Pondasi Industri Migas Nasional, Ini Kesan Lulusan PEM Akamigas

By Admin

nusakini.com-- Pengelolaan industri minyak dan gas bumi (migas) di tengah tantangan padat modal dan keterbatasan waktu terhadap pemanfaatan sumber daya alam mau tak mau menuntut industri berpikir panjang. Siklus hidup industri migas pun harus ditopang dengan analisa pengetahuan yang dihasilkan dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. 

Kebutuhan akan SDM yang profesional di bidang migas dimanfestasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui pendirian Politeknik Energi dan Mineral (PEM) Akamigas yang berlokasi di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah yang kini berstatus sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Institusi pendidikan yang bertransformasi dari Sekolah Tinggi Energi dan Mineral (STEM) tersebut kini telah melahirkan ribuan generasi unggul di sektor migas. 

Visi dan misi PEM Akamigas dibaca dengan baik oleh Indira Anggit Wahyadi pada wisuda PEM Akamigas 18 Juli 2018 kemarin. Meski sempat disarankan oleh kedua orang tuanya untuk kuliah di jurusan kedokteran, tak menghalangi tekad gadis 22 tahun itu menjadi sarjana di bidang migas. Ia rela merantau dari Sidoarjo, Jawa Timur demi mengejar mimpinya sejak duduk di bangku sekolah menengah. 

"(PEM Akamigas) satu-satunya kampus yang sesuai dengan minat saya. Mimpi ingin bekerja yang bisa berguna buat bangsa dan kerja di bidang perminyakan sepertinya sesuai dengan mimpi saya," selorohnya ditemui usai diwisuda di Gedung Okta Graha PEM Akamigas usai acara wisuda. 

Indira merasakan betul manfaat bagaimana institusi pendidikan tersebut selama empat tahun menggembleng dirinya untuk memahami pengetahuan seputar teknik instrumentasi kilang. Frekuensi praktik yang lebih dibandingkan sekadar jejalan teori semata menjadi keunggulan. Tak salah, bila Indira jadi lebih paham tentang kondisi instrumentasi kilang di lapangan. 

"Kuliah di PEM Akamigas ini beda karena kita bisa praktek ilmu migas langsung sesuai dengan kondisi di lapangan. Sepertinya nggak ada di Perguruan Tinggi lain," timpalnya. 

Keberhasilan PEM Akamigas mencetak lulusan migas yang mumpuni ditopang dengan infrastruktur yang lengkap. Para mahasiwa dimanjakan dengan kelengkapan peralatan laboratorium, ruang perpusatakaan hingga asrama penginapan dengan fasilitas mirip hotel. "Sudah nyaman sekali. Ada Air Conditioner (AC), laundry, dan labnya begitu lengkap," jelas Indira. 

Kewajiban asrama di tingkat pertama juga membawa berkah sendiri bagi peraih lulusan terbaik dari program studi Teknik Produksi Minyak dan Gas Bumi, Dyah Ayu Sekar Melati (21 tahun). Sekar mengaku, keberadaan asrama meningkatkan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sekitar. "Secara otomatis yang dulunya tidak peduli sama teman, sekarang jadi bareng-bareng sama teman," jelas Sekar. 

Sementara, sistem pendidikan didesain berbeda dengan perkuliahan pada umumnya. Tidak ada Sistem Kredit Semester (SKS) yang selama ini dikenal di perguruan tinggi. Program pembelajaran telah ditentukan oleh pihak institusi dengan jenjang yang sama. Pun halnya dengan kualitas dosen. Beragam dosen ahli di bidangnya maupun praktisi didatangkan. 

Kondisi serupa dirasakan juga oleh peraih lulusan terbaik dari program studi Teknik Pengolahan Migas, Defianti Putri Utami yang menjelaskan keberadaan dosen memberikan kekayaan pengetahauan dalam menyelesaikan beragam permasalahan yang ada di lapangan. "Ilmu yang didapatkan lebih bervariasi karena study case-nya lebih banyak," tutur lulusan dengan Indeks Pretasi Kumulatif (IPK) 3,63 tersebut. 

Dominasi laki-laki pada sektor migas sendiri memang masih nampak. Hal ini juga tercermin pula pada perbandingan jumlah antara mahasiswa dengan mahasiswi PEM Akamigas. Kendati begitu, tidak menyurutkan langkah Sekar dalam menuntut ilmu. Meski ia kerap keluar masuk ke hutan, menjalani praktek lapangan, ia tempuh dengan senang hati.

"Kita benar-benar dilepas di hutan selama tiga hari. Tidak ada sinyal, tidak ada air," ulas lulusan dengan IPK 3,55 tersebut. Ini tidak lepas dari pilihannya sebagai mahasiswi yang belajar tentang produksi minyak dan gas bumi dimana sumber migas acap kali jauh dari wilayah pemukiman warga. Kesan itulah yang ia jadikan sebagai modal pembelajaran memasuki dunia kerja ke depan. 

Demi menggembleng mahasiwa supaya lebih berkarakter, Indira menceritakan, institusi yang berdiri sejak 1967 tersebut menerapkan kedisiplinan yang tinggi dengan sebutan samapta dari personil Tentara Nasional Indonesia (TNI). "Bisa jadi karena disiplin tinggi, membuat saya meraih predikat pujian (cumlaude) karena jam belajar ditentukan," jelasnya. 

Perempuan yang pernah mengeyam sekolah di SMA 1 Waru tersebut memang lebih menyukai tantangan baru dalam kehidupannya. "Menjawab tantangan apa yang dianggap orang tidak bisa," imbuhnya. Saat masih kuliah, akhir pekan ia gunakan untuk manjalankan aktivitas di luar kesibukannya, seperti seminar. Nilai positif yang didapat itulah nantinya jadi bekal Indira untuk di bawa dalam kehidupan kampus.(p/ab)